Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 22 November 2017

Bioaktivitas minyak atsiri dari serai dapur (cymbopogon citratus (DC.)Stapf) terhadap rayap

                    BAB I
           PENDAHULUAN

Latar belakang
Rayap merupakan salah satu serangga sosial dengan sistem kasta  polimorfik, pemakan selulosa dan tinggal di dalam sarang atau termitarium yang dibangunnya. Serangga ini memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil (Borror, Triplehorn & Johnson, 1992), sepintas mirip dengan semut, dijumpai banyak tempat seperti hutan, pekarangan, kebun, dan bahkan di dalam rumah. Sarang rayap  terdapat di tempat lembab di dalam tanah dan batang kayu basah, tetapi ada juga yang hidup di dalam kayu kering. Makanan utamanya adalah kayu dan bahan-bahan dari selulosa lain serta jamur (Amir, 2003). Beberapa dari jenis rayap yang ada di Indonesia salah satunya adalah Coptotermes curvignathus sp, secara ekonomi sangat merugikan karena rayap merupakan hama bagi tanaman karet dan kelapa sawit yang merupakan produk unggulan provinsi Kalimantan Barat. Tiap tahun kerugian yang diakibatkan oleh serangga rayap di Indonesia tercatat sekitar Rp. 224-238 miliar (Zulyusri et al., 2013). Oleh karena itu, pengendalian rayap sangat diperlukan sebagai upaya mengatasi hal tersebut.
Belakangan ini pengendalian rayap di bidang perkebunan dilakukan secara kimiawi yaitu menggunakan pestisida kimia yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Alternatif lain yang memiliki prospek sebagai biotermisida adalah minyak atsiri. Minyak atsiri atau yang dikenal dengan volatile oils merupakan minyak yang diperoleh dari tumbuhan yang berasal dari daun, bunga, kayu, dan biji-bijian bahkan putik bunga (Gunawan, 2009). Menurut Hartati (2012) bahwa kandungan kimia dari berbagai minyak atsiri memiliki aktivitas biologi yaitu sebagai antijamur, antibakteri, antivirus, antinematoda, antigulma, dan juga sebagai antiserangga sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pengendali rayap. Minyak atsiri efektif terhadap organisme sasaran, bersifat aman dan tidak toksik terhadap organisme bukan sasaran serta lingkungan dan kesehatan manusia. Famili tumbuhan yang sudah berkembang sebagai penghasil minyak atsiri adalah serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf).
Pemanfaatan minyak atsiri dari serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) telah banyak diteliti salah satunya adalah sebagai bahan pengusir nyamuk, semut dan ulat bulu (Sila, 2012). Kandungan minyak atsiri dari Cymbopogon citratus (DC.) Stapf yaitu neral (Z-citral ), geranial (E-citral), dan mirsen yang mempunyai potensi sebagai antioksidan (Arwendiyumna et al., 2011). Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian uji bioativitas minyak atsiri dari serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) terhadap rayap (Coptotermes curvignathus sp.).

Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka pada penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimana pengaruh konsentrasi minyak atsiri yang terdapat dari serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) terhadap kematian rayap (Coptotermes curvignathus sp.)?
Bagaimana bioaktivitas minyak atsiri yang dihasilkan dari serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) terhadap rayap (Coptotermes curvignathus sp.) ?

Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk:
Mengetahui konsentrasi minyak atsiri yang terdapat dari serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf yang berpengaruh terhadap kematian rayap (Coptotermes curvignathus sp.).
Mengetahui bioaktivitas  minyak atsiri dari serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) terhadap rayap (Coptotermes curvignathus sp.).

1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah dari minyak atsiri serai dapur sebagai biotermitisida alami yang ramah lingkungan dan bisa menjadikan produk yang bernilai sehingga dapat diaplikasikan oleh masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Serai Dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf.)
Klasifikasi serai dapur secara ilmiah dapat dilihat sebagai berikut (Catalogue of New World Grasses (Poaceae), database 2009) :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Superdivision : Embryophyta
Division : Tracheophyta
Subdivision : Spermatophytina
Class : Magnoliopsida
Superorder : Lilianae
Order : Poales
Family : Poaceae
Genus : Cymbopogon
Spesies : Cymbopogon citratus (DC.) Stapf

Serai dapur diduga tanaman asli wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Indonesia, India bagian selatan, Srilangka, dan Malaysia. Serai dapur yaitu tanaman menahun dengan tinggi antara 50 – 100 cm, memiliki daun tunggal berjumbai yang dapat mencapai panjang daun hingga 1 m dan lebar antara 1,5 – 2 cm, tulang daun sejajar dengan tekstur permukaan daun bagian bawah yang agak kasar, batang tidak berkayu dan berwarna putih keunguan, memiliki perakaran serabut dan tumbuh berumpun (Sumiartha et al., 2012).

Gambar 2.1 Tanaman Serai Dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf.)
  Serai dapur termasuk jenis tanaman yang cepat tumbuh. Panen pertama dapat dilakukan sekitar 6 bulan. Setalah tanaman memasuki umur produktif maka dapat dilakukan pemanenan setiap 3 – 4 bulan sekali. Tanaman yang telah siap panen memiliki cirri fisik jumlah daun tua 6 – 8 lembar pada setiap rumpunnya. Biasanya memiliki daun berwarna hijau tua. Tanaman serai dapur dipanen dengan menyisakan 2 – 3 cm dari pangkal daun. Pemanenan terlalu pendek akan menyebabkan terjadinya penghambatan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan cuaca cerah untuk mempertahankan kandungan minyak atsiri pada tanaman. Kandungan minyak paling optimal terdapat pada bagian daun (Sumiartha et al., 2012).

2.1.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap atau biasa disebut minyak terbang dimana minyak ini merupakan campuran antara senyawa yang berwujud cair atau padat yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam (Sastrohamidjojo, 2004). Kualitas minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak dan bahan-bahan asing yang tercampur didalamnya. Selain itu, faktor lain yang menentukan mutu minyak adalah sifat-sifat fisika-kimia minyak, jenis tanaman, umur panen, perlakuaan bahan sebelum distilasi, jenis peralatan yang digunakan dan kondisi prosesnya, perlakuan minyak setelah distilasi, kemasan, dan penyimpanan (Sumarni et al., 2008).
Minyak atsiri terdiri dari sebagian besar campuran terpen dan seskuiterpen yang termasuk dalam senyawa hidrokarbon, alkohol, esther, keton, lakton, dan fenol (hidrokarbon  teroksigenasi). Senyawa teroksigenasi atau berikatan dengan oksigen merupakan penyumbang aroma harum dalam minyak atsiri dan yang mempengaruhi keharuman dari minyak atsiri adalah senyawa dari hidrokarbon. Metode yang digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri dari tumbuhan seperti bunga, buah, daun, kulit batang dan akar umumnya menggunakan metode  sistem uap langsung, sistem jaket, sistem uap tak langsung, sistem ekstraksi, dan sistem enfleurasi (Ismawan, 2009).
2.1.3 Rayap (Coptotermes curvignathus sp.)
Klasifikasi rayap Coptotermes curvignathus sp. Menurut Diba (2006) dapat dilihat sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Sub-kelas : Ptrigota
Ordo : Isoptera
Famili : Rhinotermitidae
Sub-famili : Coptotermitinae
Genus : Coptotermes
Spesies : Coptotermes Curvignathus Holmgre

Rayap adalah serangga sosial anggota infraordo isopteran yang dikenal luas sebagai hama bagi kehidupan manusia. Rayap dapat dianggap hama karena merupakan serangga pemakan selulosa yang sangat berbahaya bagi bangunan yang menggunakan bahan-bahan yang mengandung selulosa seperti kayu dan produk turunan kayu (papan, plywood, blockboard, dan laminated board), akibatnya banyak bangunan yang rusak, serta menimbulkan kerugian secara ekonomi (Nandika et al., 2003).
Beberapa jenis rayap mengandung bakteri dan protozoa pada pencernaannya sehingga selulosa yang dimakan oleh rayap akan dicerna oleh berbagai protozoa. Kelompok pertumbuhan rayap melalui tiga tahap yaitu tahap telur, tahap nimfa, dan tahap dewasa. Setelah menetas dari telur, nimfa akan menjadi dewasa dengan melalui beberapa instar yaitu bentuk di antara dua masa perubahan. Perubahan ini berlangsung secara bertahap dari perubahan bentuk badan rayap sampai menuju rayap dewasa. Pola hidup maupun cara makannya pada fase nimfa dan dewasa adalah serupa (Yanti, 2008). Menurut Nandika et al (2003), menyatakan rayap memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
Cryptobiotik, yaitu sifat rayap yang tidak tahan terhadap cahaya.
Thropalaxis, yaitu perilaku rayap yang saling menjilati dan tukar-menukar makanan antar sesama individu.
Kanibalistik, yaitu perilaku rayap untuk memakan individu lain yang sakit atau lemas.
Neurophagy, yaitu perilaku rayap yang memakan bangkai individu lainnya.
Setiap koloni rayap terdiri dari tiga kasta yang meiliki bentuk yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing, yaitu kasta prajurit, kasta pekerja dan kasta reproduktif (Nandika et al., 2003).
Kasta Reproduktif
Kasta reproduktif terdiri atas reproduktif primer dan skunder. Reproduktif primer merupakan sepasang imago (raja dan ratu) yang semasa hidupnya bertugas untuk menghasilkan telur. Apabila reproduktif primer tersebut mati, sepasang reproduktif sekunder menggantikannya. Selama masa bersilangan, repoduktif sekunder akan terbang keluar sarang dalam jumlah besar. Masa persilangan ini merupakan masa perkawinan dimana sepasang imago (jantan dan betina) bertemu dan segera meninggalkan sayapnya serta mencari tempat baru yang sesuai untuk perluasan koloni. Kasta reproduktif memiliki panjang badan 7,5-8 mm, sedangkan yang bersayap memiliki rentang sayap 15-16 mm (Yanti, 2008).
Kasta Prajurit
Kasta prajurit dapat dikenali dari bentuk kepalanya yang besar dan mengalami penebalan yang nyata. Peranan kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar, khususnya semut dan vertebrata predator. Kasta prajurit mampu menyerang musuhnya dengan mandible yang dapat menusuk, mengiris, dan menjepit. Adapun beberapa kasta prajurit dari golongan rayap tertentu menyerang musuhnya dengan cairan hasil sekresi kelenjar frontal atau klenjar saliva (Nandika et al., 2003).
Kasta Pekerja
Kasta pekerja umumnya berwarna pucat dengan kultikula hanya sedikit mengalami penebalan sehingga tampak menyerupai nimfa. Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80-90% populasi dalam koloni rayap merupakan individu-individu kasta pekerja. Tugasnya hanya bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda, serta memindahkannya pada saat terancam ke tempat yang lebih aman. Bahkan rayap ini juga dapat membunuh serta memakan rayap-rayap yang produktif, tidak produktif, prajurit maupun kasta pekerja sendiri (Nandika et al., 2003). Adapun gambar dari macam-macam  kasta rayap dapat dilihat pada Gambar 2.2.

a                      b                         c
 Gambar 2.2. Macam-Macam Kasta Rayap
(a) Kasta Pekerja (b) Kasta Prajurit (c) Kasta Reproduktif

2.1.4 Gas Chomatography Mass Spectrometry (GC-MS)
Kromatografi Gas Spektroskopi Massa (KG-MS) merupakan metode gabungan dari kromatografi gas dan spektroskopi massa untuk mengidentifikasi senyawa yang berbeda dalam analisis sampel sehingga mendapatkan data yang akurat dalam mengidentifikasi senyawa yang dilengkapi dengan struktur molekulnya. Kromatografi gas digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas (Gritter et al., 1991).
Menurut Astuti (2012), Identifikasi kandungan senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri dari serai dapur dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen GC-MS. Hasil analisis berupa kromatogram ion total yang merupakan hubungan waktu retensi dengan intensitas. Puncak-puncak yang dihasilkan dari kromatogram ion total diidentifikasi dengan membandingkan spektrum massa yang diperoleh dengan spektrum massa yang terdapat pada library.
Hanna, et al (2012) telah melakukan identifikasi senyawa  dari minyak atsiri serai dapur dengan menggunakan kromatografi gas HP 6890 dan GC-MS varian 240. Dimana minyak didapatkan dari proses distilasi dengan perbedaan perlakuan. Adapun perlakuan yang diberikan terhadap serai dapur yaitu serai dapur yang segar langsung di distilasi, serai dapur dikeringkan terlebih dahulu menggunakan matahari, pengeringan di ruangan dan pengeringan dengan oven, setelah itu serai dapur didistilasi. Hasil GC-MS dari minyak tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Gambar 2.4.
Tabel   2.1 Hasil identifikasi GC-MS dari minyak atsiri serai dapur dengan
  berbagai variasi perlakuan pada daun dan batang serai dapur
(Hanna et al., 2012).
Senyawa
RT
Hasil GC-MS Daun dan Batang Serai Dapur



Segar
Pengeringan dengan matahari
Pengeringan diruangan
Pengeringan dengan oven

Myrcene
9.15
15.69
16.16
14.49
15.42

Limonene
9.78
0.41
0.42
0.43
0.40

E,E-cosmene
10.37
0.20
0.23
0.21
1.26

Z-b-Ocimene
10.60
0.97
t
0.17
0.22

E-b-Ocimene
10.94
0.41
0.28
0.26
0.27

a-Terpinolene
12.87
1.02
1.09
1.09
1.06

Citronellal
13.16
0.60
2.06
2.03
3.01

Cis-Verbenol
14.10
0.15
0.15
0.15
0.18

Linalool
14.66
1.03
2.06
2.03
2.44

Cis-Carveol
15.23
1.18
1.49
1.35
1.47

Atrimesol
15.41
0.26
0.15
t
0.19

Nerol
16.15
0.17
0.27
0.22
0.29

Neral
17.15
34.98
30.08
34.52
31.28

Geraniol
17.44
0.53
0.86
0.95
1.31

Geranial
18.01
40.72
31.53
39.86
37.24

Carveol
18.48
0.18
0.65
0.38
0.73

Geranyl acetate
21.38
0.51
0.7
0.49
0.67

Caryophellene
22.66
0.28
0.23
0.20
0.21



99.29
88.41
98.83
97.63

t  <  0.05








     
Gambar 2.3 Hasil Kromatogram dari Minyak Serai Dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf.) (Hanna et al, 2012).

Beberapa senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri serai dapur diantaranya E-citral (46.91%), Z-citral (34.34%), Champhere (1.02%), Geranyl acetate (6.30%), Linalool (0.82%),  Isomenthol (1.81%), 6-methyl-5-hepten-2-one (1.28%), Citronellal (0.25%), Geraniol (3.52%), Nerol (0.45%), α-trans-bergamotene (0.85%) (Hanna et al., 2012). Adapun struktur dari senyawa diatas dapat dilihat pada Gambar 2.4 (Abreu et al., 2016).


Gambar 2.4 Komponen-Komponen Senyawa Kimia Minyak Atsiri Serai Dapur  
(Cymbopogon citratus (DC.) Stapf.) (Abreu et al., 2016).


BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan selama 9 bulan dari bulan Januari 2017 sampai dengan bulan September 2017 di Laboratorium Kimia Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura Pontianak. Sterilisasi pasir dan determinasi tanaman serai dapur di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Tanjungpura, serta identifikasi komposisi senyawa menggunakan GC-MS-QP2010 Ultra di Laboratorium Kimia Instrumen Universitas Pendidikan Indonesia.

3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi autoklaf, balb, botol, botol vial, corong pisah, erlenmeyer, gelas kaca, pisau, neraca analitik, oven, pinset, piknometer, pipet ukur, labu ukur, seperangkat alat distilasi uap (kondensor, selang, ketel, pompa air, corong pisah dan ember), kain hitam, toples, desikator, seperangkat alat GC-MS,  seperangkat alat uji anti rayap dan termometer.
Bahan-bahan yang digunakan adalah insektisida bermerek regent yang mengandung fipronil, kertas whattman 42, kapas, plaster paris, natrium sulfat anhidrat, akuades, aseton, serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf), pasir  dan  rayap (Coptotermes curvignathus sp.).

3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel
Sampel yaitu tanaman  serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf ) yang telah berumur kurang lebih enam bulan di determinasi terlebih dahulu di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Tanjungpura. Sampel yang diperoleh diambil bagian batang dan daunnya selanjutnya dibersihkan, dirajang dan dipotong kecil-kecil 2-7 cm, setelah itu daun ditimbang sebanyak 3,5 kg.
3.3.2 Distilasi Minyak Atsiri
Serai dapur segar ditimbang sebanyak 3,5 kg. Kemudian sampel dimasukkan kedalam distilasi uap dan didistilasi selama 4 jam dengan suhu  1000C. Diamkan destilat untuk memisahkan air dan minyak. Setelah itu, pisahkan air dan minyak dengan corong pisah. Minyak yang diperoleh kemudian ditambahkan dengan natrium sulfat anhidrat untuk menyerap air yang masih terdapat dalam minyak atsiri, kemudian dimasukkan kedalam botol. botol yang berisi minyak atsiri murni disimpan dalam lemari, kemudian dihitung rendemen.

Rendemen (%) =  x 100%

3.3.3 Penentuan Massa Jenis
Penentuan massa jenis dapat dilakukan dengan menggunakan alat piknometer dimana piknometer yang bersih dan telah diketahui beratnya terlebih dahulu diisi dengan aquades (suhu 300C) kemudian ditimbang. Setelah itu aquades dibuang. piknometer dibersihkan kembali dan dikeringkan. Kemudian piknometer yang telah bersih diisi dengan minyak atsiri (suhu 300C),  ditimbang. Hasil yang didapatkan kemudian dihitung dengan rumus (Depkes, 1995) :

Massa Jenis    =  
Keterangan =
a = berat piknometer kosong
b = berat piknometer + minyak atsiri
c = berat piknometer + aquades

3.3.4 Analisis GC-MS Minyak Atsiri Serai Dapur
Minyak atsiri yang bersih dan telah bebas dari air dianalisis komponen penyusunnya menggunakan GC-MS QP2010 Ultra di Laboratorium Kimia Instrumen Universitas Pendidikan Indonesia.
3.3.5 Uji Bioaktivitas Minyak Atsiri Serai Dapur Terhadap Rayap
Uji bioaktivitas minyak atsiri dari serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf dengan menggunakan rayap (Coptotermes curvignathus sp.) mengacu pada penelitian Ohmura et al (1997) dalam Indrayani et al (2012) yaitu menggunakan metode anti-feedant bio-assay test yang telah dimodifikasi. Adapun tahapan penelitiannya sebagai berikut :
1. Aklimatisasi Rayap Uji
Rayap yang digunakan sebagai sampel uji diperoleh dari perkebunan karet masyarakat Desa Penjalaan Kecamatan Simpang Hilir Kabupaten Kayong Utara Kalimantan Barat. Rayap diambil dengan cara memotong pohon karet yang didalamnya berisi rayap Coptotermes curvignathus sp dan dimasukkan kedalam ember yang telah berisi tanah dari sarang rayap. Kemudian ember ditutup dengan tutup ember, kain hitam dan plastik putih yang telah dilubangi sedikit. Rayap ini dipelihara selama 2 minggu sebelum dilakukan pengujian untuk beradaptasi di lingkungan yang baru. Rayap yang akan diuji yaitu rayap sehat yang ditandai dengan rayap yang masih aktif bergerak (Indrayani et al., 2012).
2. Permbuatan Pasir Steril
Sebanyak 1 kg pasir diayak dengan ayakan yang halus sekitar 30-50 mesh. Kemudian pasir di cuci sampai bersih, setelah itu didiamkan sampai kering, Pasir yang telah kering disterilkan menggunakan alat autoklaf di Laboratorium Jurusan Biologi FMIPA Universitas Tanjungpura. Kemudian pasir didiamkan dengan udara terbuka, setelah itu pasir dimasukkan kedalam toples.  
3. Persiapan Gelas Uji
Gelas uji terbuat dari bahan plastik berbentuk silinder (tinggi 5 cm, diameter atas 8 cm, diameter bawah 6,5 cm). Bagian bawah gelas uji diberi 2 mL aquades, kapas, plaster paris dengan ketebalan 0,5 cm  dan  10 gram pasir yang sudah steril (Indrayani et al., 2012).
4. Pembuatan Konsentrasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri serai dapur yang telah didapatkan dari hasil penyulingan dilarutkan dengan aseton dengan perbandingan 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Untuk kontrol negatif maka aseton murni tidak ditambahkan dengan minyak serai dapur (0%) sedangkan untuk kontrol positif digunakan insektisida reagen yang mengandung fibronil dengan variasi 0,25% yaitu 0,25 mL Reagen fibronil dan 0,75 mL aquades.
5. Pembuatan Kertas Umpan
Kertas (Whattman No. 42) digunting membentuk lingkaran dengan diameter 2,3 cm, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 1200C selama 5 jam lalu disimpan dalam desikator selama 1 hari. Selanjutnya ditimbang untuk mengetahui berat awal. Kemudian kertas saring diteteskan minyak atsiri dengan pipet tetes dengan konsentrasi berturut-turut 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan insektisida reagen yang mengandung fibronil 0,25%. Setelah itu dikering anginkan selama satu hari (Indrayani et al., 2012).
6. Pengujian Minyak Atsiri Serai Dapur terhadap Rayap
Kertas umpan diletakkan diatas alas plastik dan dimasukkan ke dalam gelas uji seperti Gambar 3.1 dibawah ini yang telah diisi dengan 50 ekor rayap sehat. Setelah itu, gelas-gelas uji dimasukkan ke dalam bak/wadah plastik dan disimpan dalam ruangan gelap dan lembab selama 7 hari. Jumlah rayap yang hidup dihitung setiap hari. Setelah satu minggu, kertas umpan diangkat, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 1200C selama 5 jam dan disimpan dalam desikator selama 1 hari kemudian ditimbang untuk mengetahui berat akhir kertas. Selanjutnya dihitung kehilangan berat masing-masing kertas umpan (Indrayani et al., 2012).
7. Perhitungan Tingkat Kematian Rayap.
Pengamatan tingkat kematian (mortalitas) rayap dilakukan setiap hari sekali. Mortalitas rayap dihitung menggunakan rumus sebagai berikut  (Indrayani et al., 2012) :

Mortalitas : x 100%
Keterangan :
A = Jumlah individu rayap yang mati
B = Total individu rayap mula-mula

Gambar 3. 1.Tabung Pengujian Rayap (Indrayani et al., 2012).

Tingkat aktivitas antirayap dapat diklasifikasikan dengan membandingkan hasil persentase mortalitas dengan tingkat aktivitas antirayap. Adapun klasifikasi dari keaktifan minyak atsiri terhadap mortalitas dapat menggunakan Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Klasifikasi Tingkat Aktivitas Antirayap (Prijono, 1998).
Mortalitas (%)
Tingkat Aktivitas
Simbol

m  > 95%
Sangat kuat
A

75% < m < 95%
Kuat
B

60% < m < 75%
Cukup kuat
C

40% < m < 60%
Sedang
D

25% < m < 40%
Agak lemah
E

5% < m < 25%
Lemah
F

m < 5%
Tidak aktif
G


3.4 Analisis Data
Data mortolitas rayap dan kehilangan berat kertas uji dapat ditentukan dengan metode analisis One-Way ANOVA dan diuji lebih lanjut menggunakan Aplikasi IBM SPSS 22 dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95%  dengan klasifikasi H0 ; tidak ada perbedaan antara setiap konsentrasi dan H1; ada perbedaan antara konsentrasi.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Distilasi Minyak Atsiri Serai Dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf)
Tanaman  serai dapur dalam penelitian ini didapatkan dari jalan sepakat 2 komplek Rumah Susun Himpunan Mahasiswa Kabupaten Natuna, tanaman tersebut dideterminasi terlebih dahulu agar dapat mengetahui jenis dari serai dapur yang digunakan. Adapun tempat determinasi tanaman serai dapur dilakukan di Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Pontianak (Lampiran 2). Tanaman serai dapur dipisahkan antara tanaman yang segar dengan tanaman yang busuk dimana tanaman yang segar memiliki aroma yang segar dibandingkan dengan tanaman yang busuk sehingga penelitian ini menggunakan tanaman yang segar. Tanaman yang segar dipotong kecil-kecil dengan ukuran pemotongan daun dan batang 2-7 cm, kemudian ditimbang sebanyak 3,5 kg. Pemotongan tanaman serai dapur dilakukan supaya minyak yang terdapat dalam pembuluh dan membran sel tanaman mudah terekstraksi. Selain itu, pemotongan tanaman digunakan untuk memperluas area penguapan dan kontak dengan air sehingga minyak atsiri lebih mudah terekstraksi.
  Alat yang digunakan untuk mengambil minyak atsiri dari serai dapur menggunakan alat distilasi uap air yaitu alat yang dibuat terpisah antara air dengan tempat sampel. Air dimasukkan kedalam ketel pertama dan serai dapur dimasukkan kedalam ketel kedua. Tanaman serai dapur didistilasi selama 4 jam dengan suhu 1000C. Ketika proses distilasi berlangsung selama 4 jam melalui pemanasan 1000C, suhu dan tekanan didalam ketel pertama akan menghasilkan uap air. Uap air akan masuk kedalam ketel kedua sehingga uap memasuki pembuluh-pembuluh dan membran sel tanaman sehingga uap akan mengangkat minyak atsiri yang terdapat didalam sampel. Minyak yang telah dibawa oleh uap air akan terkondensasi menjadi air yang telah bercampur dengan minyak atsiri. Air akan membawa minyak atsiri kedalam corong pisah dimana terbentuk dua lapisan yaitu minyak bagian atas dan air bagian bawah. Pemisahan antara kedua cairan ini karena adanya perbedaan tingkat kepolaran. Air bersifat polar sedangkan minyak bersifat nonpolar, air memiliki massa jenis lebih besar daripada minyak sehingga posisi air dibawah sedangkan posisi minyak diatas. Berdasarkan penelitian, massa jenis minyak atsiri dari serai dapur 0,8884 g/cm3 (Lampiran 3)  sedangkan massa jenis air 1g/cm3.
Setelah distilasi selesai, Minyak dan air didiamkan sampai minyak atsiri dan air terpisah sempurna.  Minyak atsiri diambil menggunakan pipet ukur dan dimasukkan kedalam gelas beaker. Untuk pemurnian minyak atsiri dari sisa air maka dilakukan dengan penbambahan secukupnya serbuk natrium sulfat anhidrat. Karena serbuk Na2SO4 anhidrat bersifat higroskopis sehingga dapat digunakan sebagai pengikat air pada minyak atsiri (Mulyono, 2005).
Minyak atsiri serai dapur yang didapatkan berwarna kekuning-kuningan yang memiliki bau khas serai dapur  dan  rendemen yang didapatkan sebesar 0,120 % (Lampiran 3). Apabila dibandingkan dengan penelitian Pramani (2010), rendemen minyak atsiri yang didapatkan sebesar 0,303%  sehingga rendemen yang dihasilkan  lebih kecil  dari sebelumnya. Perbedaan rendemen yang dihasilkan  karena  adanya beberapa faktor seperti keadaan tanaman, lingkungan tumbuh, cahaya matahari dan curah hujan yang mencukupi serta kondisi tanah yang subur (Nurdjannah dan Ma’mun, 1996). Selain itu perajangan, ukuran pemotongan dan metode penyulingan juga mempengaruhi rendemen minyak atsiri yang dihasilkan.

4.2 Identifikasi Senyawa Minyak Atsiri Serai Dapur
Hasil yang didapatkan dari identifikasi senyawa minyak atsiri serai dapur menggunakan GC-MS dapat dilihat pada Lampiran 4 dan kromatogram dapat dilihat Gambar 4.1. Dari kromatogram pada Gambar 4.1 menunjukkan ada 32 puncak senyawa dengan 3 puncak senyawa mayor. Puncak paling tinggi pertama senyawa 1-beta-Pinene dengan puncak yang terdeteksi pada puncak ke 3,  kedua senyawa Z-citral dengan puncak yang terdeteksi pada puncak ke 18, dan ketiga senyawa E-citral dengan puncak yang terdeteksi pada puncak ke 20.
Kromatogram hasil identifikasi minyak atsiri serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) menggunakan GC-MS dari penelitian Hanna, et al (2012) pada Gambar 2.3, terdeteksi ada 18 puncak senyawa dengan 3 puncak senyawa mayor. Adapun 3 puncak senyawa mayor  adalah myrcene, Z-citral dan E-citral. Terdapat persamaan penelitian Hanna, et al (2012) dengan penelitian ini, yaitu 2 puncak senyawa mayor Z-citral dan E-citral. Sehingga dapat dikatakan bahwa penyusun utama dari minyak serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) adalah senyawa citral.

 

Gambar 4.1 Kromatogram dari analisis GC-MS dari minyak atsiri serai dapur
                     (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf).

Kromatogram pada Gambar 4.1 menghasilkan senyawa Z-citral lebih dahulu keluar dibandingkan dengan E-citral karena pengaruh dari isomerisasi interaksi senyawa dengan fase diam dalam kolom yang digunakan pada sistem kromatografi gas. Kolom yang digunakan bersifat nonpolar sehingga senyawa yang bersifat polar akan keluar terlebih dahulu dan yang bersifat lebih non polar akan tertahan lebih lama berada dikolom, dengan demikian senyawa Z-citral bersifat lebih polar dibandingkan dengan E-citral. Adapun spektra massa senyawa mayor Z-citral dan E-citral dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan 4.3.


Gambar 4.2 Spektra massa puncak 18 senyawa Z-citral
Gambar 4.3 Spektra massa puncak 20 senyawa E-citral

Berdasarkan spektra massa pada Gambar 4.2 dan 4.3 terlihat ion molekuler (M+) memiliki m/z 152 dengan waktu retensi yang berbeda-beda. Ion molekuler pada puncak 18 dan 20 sama karena memiliki senyawa yang sama namun yang membedakan isomerisasi dari senyawa tersebut sehingga mempengaruhi waktu retensi dari kedua senyawa dan menghasilkan waktu retensi yang berbeda-beda. Waktu retensi pada puncak 18 adalah 9,880 menit mempunyai M+ 152 diikuti fragmen m/z 137, 119, 109, 94, 88, 69, 53, 41, 35 jika dibandingkan dengan library data WILEY7.LIB menunjukkan senyawa tersebut adalah senyawa Z-citral (Gambar 4.4a). Sedangkan waktu retensi pada puncak 20 adalah 10,425 menit mempunyai M+ 152 diikuti fragmen m/z 137, 123, 109, 84, 83, 69, 53, 41, 35 jika dibandingkan dengan library data WILEY7.LIB menunjukkan senyawa tersebut adalah senyawa E-citral (Gambar 4.4b).

        a             b
Gambar 4.4  Rumus bangun (a) Z-citral  (b) E-citral

Tabel 4.1 Senyawa Mayor Penyusun Minyak Atsiri Serai Dapur (Cymbopogon   citratus (DC.) Stapf).
Puncak Senyawa
Waktu Retensi (menit)
Luas Area (%)
Senyawa Kimia
Rumus Molekul
Golongan Senyawa

Puncak 3
5,358
12,78
1-beta-Pinene
C10H16
Monoterpen

Puncak 18
9,882
28,24
Z-citral
C10H16O
Terpenoid

Puncak 20
10,423
35,43
E-citral
C10H16O
Terpenoid


Tabel 4.1. Menjelaskan bahwa golongan senyawa mayor penyusun minyak atsiri serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf memiliki senyawa monoterpen dan terpenoid. Adapun senyawa kimia minyak atsiri dari serai dapur yang tergolong senyawa monoterpen adalah 1-beta-Pinene dengan rumus molekul C10H16. Sedangkan senyawa kimia minyak atsiri dari serai dapur yang tergolong senyawa terpenoid adalah citral dengan rumus molekul C10H16O. Pola fragmentasi senyawa citral dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5  Pola fragmentasi senyawa citral (Wogo et al., 2016).

Menurut Fessenden dan Feesenden (1999), fragmentasi adalah elektron dalam orbital yang berenergi tertinggi akan melepaskan elektron yang paling longgar sehingga elektron yang pertama akan terlepas dimana dalam pelepasan elektron mempunyai elektron-elektron η, π, σ dan elektron akan terlepas sesuai dengan bagian-bagiannya. Berdasarkan fragmentasi pada Gambar 4.5 ion molekul dengan m/z 152 menunjukkan berat molekul dari senyawa citral. Ion molekul dengan m/z 152 terfragmentasi dengan melepaskan CH3 membentuk ion molekul m/z 137. Kemudian ion molekul m/z 137 terfragmentasi dengan melepaskan C3H2O sehingga terbentuk ion molekul m/z 83. Ion molekul dengan m/z 83 terfragmentasi dengan melepaskan CH2 sehingga terbentuk ion molekul m/z 69. Ion molekul dengan m/z 69 terfragmentasi dengan melepaskan C2H4 sehingga terbentuk ion molekul m/z 41.

4.3 Uji Bioaktivitas Minyak Atsiri Serai Dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf). Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus sp.)
Rayap yang digunakan pada penelitian ini adalah rayap jenis Coptotermes curvignathus sp. karena rayap jenis ini merupakan rayap yang menimbulkan kerugian dan kerusakan terbesar pada bagunan dan pepohonan Selain itu, rayap jenis ini, mudah membentuk koloni melalui proses migrasi serta telur rayap Coptotermes curvignathus sp. menetes lebih cepat dibandingkan dengan beberapa jenis rayap lain yaitu setelah berumur 8-11 hari, namun beberapa jenis rayap lain seperti rayap Odontotermes memiliki kisaran masa penetasan telur antara 20-70 hari (Nandika et al., 2003).
Untuk mengetahui sifat repelan dan biotermitisida  dari minyak atsiri serai dapur, maka minyak serai dapur dicampurkan dengan pelarut aseton dengan konsentrasi berturut-turut  5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%. Sebagai kontrol negatif pada kertas saring ditetesi larutan aseton namun tidak diberi perlakuan penambahan minyak atsiri (konsentrasi 0%). Sedangkan kontrol positif yaitu insektisida reagen yang mengandung fibronil dilarutkan dengan aquades (konsentrasi 25%). Pemilihan aseton sebagai kontrol negatif karena aseton dapat larut dengan minyak atsiri selain itu, menurut penelitian dari Bacci, et al. (2015), tentang toksisitas, gangguan perlakuan dan repelan dari minyak atsiri lada dan nilam terhadap rayap, hasilnya menunjukkan bahwa pelarut aseton tidak mempengaruhi kelangsungan hidup dari serangga. Sehingga pada penelitian ini menggunakan pelarut aseton. Penggunaan insektisida reagen yang mengandung fibronil karena insektisida berbahan aktif fipronil merupakan famili dari golongan kimia phenilpyrazol, dimana sistem kerja dari reagen ini memblokir jalannya ion klorida yang membawa asam gamma-amino-butirik (GABA) ke sistem saraf pusat serangga.
Parameter yang digunakan dalam pengujian sifat antirayap minyak atsiri dari serai dapur adalah mortalitas rayap dan kehilangan berat kertas uji. Menurut Lestari  (2015), Untuk mengetahui banyaknya rayap mati akibat aktivitas minyak atsiri salah satu caranya yaitu menggunakan kertas umpan yang telah di tetesi dengan minyak atsiri sehingga mortalitas rayap dapat diketahui dan untuk mengetahui daya hambat minyak atsiri terhadap rayap dapat dilihat dari kehilangan berat kertas umpan. Sehingga pada penelitian ini, parameter yang digunakan adalah mortalitas rayap dan kehilangan berat kertas umpan.

4.3.1 Mortalitas Rayap Coptotermes curvignathus sp.
Mortalitas rayap merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk melihat bioaktivitas anti rayap terhadap minyak atsiri yang digunakan. Semakin besar mortalitas rayap maka semakin baik pula sifat antirayap minyak atsiri yang dihasilkan. Pengujian bioaktivitas antirayap dilakukan sebanyak 3 kali (triplo), agar data yang dihasilkan akurat. Berdasarkan dari hasil pengamatan, didapatkan data mortalitas rayap selama 7 hari (Lampiran 6). Adapun hasil yang didapatkan pada penelitian ini dapat  dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Mortalitas Rayap  Selama 7 Hari
Sampel
Konsentrasi (%)
Rata-Rata Rayap yang Mati
Mortalitas Rayap (%)

Kontrol (-) (aseton)
0
2
2.67

Minyak Atsiri
5
28
55.33


10
33
68.00


15
42
84.00


20
45
90.00


25
50
100

Kontrol (+) (Fibronil)
0,25
50
100

Berdasarkan data hasil pengamatan pada Tabel 4.2 terlihat bahwa mortalitas Coptotermes curvignathus sp,  meningkat dengan adanya pencampuran minyak atsiri pada kertas uji. Mortalitas rayap paling tinggi untuk minyak atsiri serai dapur yaitu terjadi pada konsentrasi 25% dengan kematian rayap sebanyak 50 ekor dan mortalitas sebesar 100%. Sedangkan mortalitas rayap paling rendah untuk minyak atsiri serai dapur terjadi pada konsentrasi 5% hanya menyebabkan kematian rayap 28 ekor dan mortalitas rayap sebesar 55.33%. Apabila dibandingkan dengan mortalitas tanpa adanya minyak atsiri serai dapur pada kontrol negatif, kematian rayap sebanyak 2 ekor dan  mortalitas rayap sangat rendah yaitu 2,67%. Untuk lebih jelas hasil penelitian ini, maka dapat dilihat Gambar 4.6 yaitu grafik hubungan mortalitas rayap dengan konsentrasi minyak atsiri serai dapur.

Gambar 4.6  Grafik hubungan mortalitas rayap dengan konsentrasi minyak atsiri  
                    serai dapur.
Berdasarkan grafik yang terdapat pada Gambar 4.6 menunjukkan bahwa mortalitas rayap berbanding lurus dengan konsentrasi minyak atsiri yaitu semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri yang diberikan kepada rayap, maka semakin banyak rayap yang mati dan semakin kecil konsentrasi minyak yang diberikan kepada rayap maka semakin sedikit jumlah rayap yang mati. Kematian rayap terjadi karena adanya pencampuran minyak atsiri pada kertas umpan. Hal ini mengindikasikan bahwa pada minyak atsiri serai dapur terdapat senyawa bioaktif yang dapat membunuh rayap  Coptotermes curvignathus sp.
Senyawa bioaktif seperti kelompok dari terpenoid, alkaloid, dan tannin dapat mematikan protozoa simbion yang bersimbiosis didalam usus belakang rayap Coptotermes curvignathus sp. sehingga mempengaruhi selulosa yang dimakan rayap (Yanti, 2008). Oleh karen itu, rayap tidak dapat mencerna makannya dengan baik sehingga nutrisi yang dibutuhkan rayap kurang tercukupi mengakibatkan rayap secara perlahan akan mati. Pengaruh yang banyak menyebabkan mortalitas pada rayap yaitu senyawa golongan terpenoid.
Berdasarkan data klarifikasi aktivitas antirayap pada Tabel 3.1 bahwa kontrol negatif bersifat tidak aktif karena persentase mortalitas rayap < 5%. Namun persentase mortalitas rayap menggunakan minyak atsiri serai dapur menghasilkan rentang mortalitas rayap sebesar 40%  sampai dengan 95%. Artinya tingkat aktivitas mortalitas rayap dari sedang sampai sangat kuat. Tingkat aktivitas mortalitas rayap sangat kuat terdapat pada konsentrasi minyak atsiri 25%. Sehingga dari data tersebut, dapat membuktikan bahwa pada minyak atsiri terdapat zat yang bersifat toksik terhadap rayap. Toksisitas dari minyak atsiri lebih kecil jika dibandingkan dengan fibronil pada kontrol positif. Fibronil dapat menyebabkan mortalitas rayap sebanyak 100% hanya dengan konsentrasi 0,25% sedangkan minyak atsiri membutuhkan konsentrasi yang besar untuk menyebabkan mortalitas rayap 100%.
Data dari mortalitas rayap dianalisis menggunakan statistic One-Way Analysis of Varians (ANOVA) menggunakan aplikasi IBM SPSS 22 dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95% (α < 0,05). Adapun hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis One-Way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada taraf uji 95% (α < 0,05) dengan nilai signifikasi 0,00 < α. Sehingga menyebabkan dilanjutkan dengan Post Hoc Test berupa uji Least Significance Difference (LSD). Dari uji LSD menunjukkan perlakuan kontrol negatif (Konsentrasi 0%) berbeda signifikan dengan konsentrasi minyak atsiri serai dapur 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Hasil ini menunjukkan bahwa minyak atsiri memberikan pengaruh terhadap mortalitas rayap. Konsentrasi minyak atsiri serai dapur 15% merupakan konsentrasi optimum yang dapat menyebabkan mortalitas rayap. Hal ini disebabkan konsentrasi 20%  tidak berbeda secara signifikan dengan konsentrasi 15%. Namun, berbeda signifikan dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 25%. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa faktor konsentrasi dari minyak atsiri bersifat efektif mempengaruhi mortalitas rayap.

4.3.2 Kehilangan Berat Kertas Uji
Aktivitas rayap terhadap kertas uji akan mempengaruhi terhadap berat dari kertas uji. Dari hasil penelitian selama 7 hari percobaan didapatkan hasil dari rata-rata berat kertas uji bervariasi namun nilainya dari konsentrasi terendah sampai konsentrasi tertinggi memiliki nilai yang berbanding terbalik. Hasil penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3 Kehilangan Berat Kertas Uji  Selama 7 Hari
Sampel
Konsentrasi (%)
Rata-Rata Kehilangan Berat Kertas Uji
Persentase Kehilangan Berat Kertas Uji  (%)

Kontrol (-)
(aseton)
0
0.0288
38.61

Minyak Atsiri
5
0.0083
11.02


10
0.0073
9.32


15
0.0044
6.05


20
0.0031
4.33


25
0.0023
3.07

Kontrol (+) (Fibronil)
0,25
0.0011
1.54


Tabel 4.3 terlihat bahwa kertas uji yang paling banyak dimakan oleh rayap pada konsentrasi 0% yaitu kehilangan berat kertas uji sebanyak 0,0288 gram. Banyaknya kehilangan berat kertas uji dari konsentrasi yang lain karena  larutan  merupakan  kontrol negatif  yang hanya ditetesi larutan aseton dan tidak ditetesi  minyak atsiri sehingga mengakibatkan rayap mudah memakannya. Pengurangan berat kertas uji ketika perlakuan dengan pemberian konsentrasi minyak atsiri  secara berturut-tururut menghasilkan kehilangan berat kertas uji yang berbanding terbalik dengan minyak atsiri yang digunakan. Kehilangan paling terkecil perlakuan dengan penambahan minyak atsiri yaitu konsentrasi 25% dengan kehilangan berat kertas uji  0.0023 gram. Kontrol positif dengan larutan fibronil 0,25% menghasilkan kehilangan berat kertas uji sebesar 0.0011 gram.

Gambar 4.7  Grafik hubungan  konsentrasi minyak atsiri terhadap kehilangan
                     berat kertas uji

Gambar 4.7 menjelaskan grafik hubungan konsentrasi minyak atsiri terhadap kehilangan berat kertas uji, dimana dapat dilihat bahwa semakin banyak minyak atsiri yang diberikan kepada kertas uji maka semakin sedikit rayap yang memakan kertas uji dan sebaliknya semakin sedikit minyak atsiri yang diberikan maka semakin banyak rayap yang memakan kertas uji. Kertas uji yang ditetesi dengan minyak atsiri serai dapur dengan konsentrasi 25% merupakan kertas yang paling sedikit dimakan oleh rayap sehingga konsentrasi minyak atsiri serai dapur 25% merupakan konsentrasi yang baik pada pengijian ini.
Hasil pengujian One-Way ANOVA (Lampiran 9) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada taraf uji 95% (α < 0,05) dengan nilai signifikasinya 0,00 < α sehingga H1 diterima. Dengan diterimanya H1 maka menunjukkan bahwa dengan variasi minyak atsiri dari serai dapur dapat memberikan efek yang berbeda terhadap kehilangan berat kertas uji. Karena hasil uji ANOVA menyatakan H1 diterima maka dilakukan uji lanjut. Adapun data yang digunakan untuk uji lanjut adalah data dari analisis LSD (Lampiran 9). Dari data tersebut terlihat bahwa kontrol negatif (Konsentrasi 0%) berbeda signifikan dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Hasil ini menunujukkan bahwa minyak atsiri memberikan pengaruh terhadap kehilangan berat kertas uji. Konsentrasi minyak atsiri serai dapur 20% merupakan konsentrasi optimum yang dapat menyebabkan aktivitas kehilangan berat kertas uji. Karena pada konsentrasi minyak atsiri serai dapur 20%  tidak berbeda signifikan dengan konsentrasi 25%. Namun berbeda signifikan dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15%.

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) memiliki minyak atsiri, minyak atsiri dari serai dapur memiliki komponen senyawa mayor yaitu 1-.beta.-Pinene, Z-citral, E-citral.
Minyak atsiri serai dapur dapat dimanfaatkan sebagai antirayap. Berdasarkan penelitian, minyak atsiri 25% menunjukkan aktivitas antirayap yang sangat kuat terhadap mortalitas dari rayap Coptotermes curvignathus sp. dengan tingkat kepercayaan > 95%.

5.2 SARAN
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut dari minyak atsiri serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) terhadap senyawa mayor yang berperan aktif terhadap rayap Coptotermes curvignathus sp.